[CERPEN] Pus-Pus
Terima
kasih Pus-pus telah menemaniku.
Gadis seumuran SD itu memeluk kucing kesayangannya. Langit pun hujan. Seolah-olah ikut menangis. Iba melihat kejadian di negeri ini oleh perlakuan orang seperti itu.
Bulan ramadhan merupakan bulan kehangatan, kebahagiaan, dan saat di mana orang-orang berlomba dalam kebaikan. Tapi, tidak di negeriku yang saat ini. Pendatang tanpa izin itu bermain petasan di tempatku. Bumm... bumm... Satu kali, dua kali berbunyi, rumah-rumah lebur, mobil-mobil berhamburan seperti barang rongsokan, jalan-jalan berlubang, hewan-hewan bergeletakan sembarangan. Apalagi manusia, tak perlu ditanya bagaimana wujudnya!
Termasuk orang tua gadis kecil. Ayahnya meninggal terkena petasan pendatang itu. Sadis! Dianggap hanya lagi main-main saat itu. Sedangkan Ibunya meninggal karena melindungi gadis kecil dari serangan ketapel pendatang, lengan gadis kecil juga terselempet. Untungnya, warga lokal dengan segera membawa gadis kecil beserta kucingnya kabur menjauh dari pendatang. Sialnya, kaki warga lokal terkena peluru ketapel, dan gadis kecil bersama kucing berhasil lari ke kolong jembatan.
“Pus-pus jaketnya kamu pakai saja.” Gadis kecil itu menyentuh kucingnya, dan memang terasa dingin. Lalu memakaikan jaketnya.
“Kamu jangan sakit yah, jangan tinggalin aku.” Air mata gadis kecil mulai menetes, nafasnya terenggal-enggal sambil menahan rasa sakit dilengan.
Pus-pus berada di pangkuan gadis kecil. Mereka kedinginan karena kesepihan. Tapi, di luar dari kolong jembatan justru udara panas karena petasan-petasan. Tiba-tiba terdengar petasan berbunyi di ujung sana. Masjid barusan sepertinya terkena. Tega! Sadis! Tak beradab!
Sekarang sudah waktunya azan, sudah waktunya berbuka. Tapi lihat, sudah tiada lagi suara azan, tiada lagi bagi-bagi makanan yang biasanya dilakukan di sekitar masjid. Sementara Pus-pus terus meminta makan berbuka.
“Meong ... meong ... meeeong ... “
“Pus-pus lapar yaa? Ini ada sedikit makanan bekal berbuka. Pus-pus makan yah.” Gadis kecil menyuapi kucing kesayangannya. Diberikan semua makanannya, walaupun sama laparnya.
“Pus-pus sakit ... sakit .. jangan-jangan peluru ketapel yang menyerempet lenganku ada racunnya. Sungguh ramadhan kita jadi gelap karena pendatang itu. Terima kasih ya sudah menemaniku terus, dan maaf ....” Ucap gadis dengan memeluk kucing kesayangannya.
Sinar matahari mulai redup. lampu-lampu jembatan juga demikian. Kolong jembatan menjadi gelap pekat. Gadis kecil tertidur tak kuasa menahan racun yang menyebar ditubuhnya.
Sinar matahari mulai terang. Lampu-lampu jembatan juga demikian. Kolong jembatan menjadi terang benderang.
“Meong ... meong ... meong.”
Pus-pus bangun. Tapi tidak dengan gadis kecil.
Tidak ada komentar